Daftar Blog Saya

Minggu, 09 Januari 2011

LPI vs ISL

LPI vs ISL; Memotret Politik Sepakbola Panigoro vs Bakrie

oleh Muhammad Ihwan pada 09 Januari 2011 jam 6:32

Siapa yg tak cinta Timnas Sepakbola Indonesia? Anda, saya dan kita semua, saya kira mencintai Timnas. Antusiasme sebagian besar orang Indonesia dan luapan penonton di Senayan saat Timnas berlaga di final Piala AFF Suzuki 2010 adalah salah satu bukti, bahwa sebagian besar dari kita mencintai Timnas. Sebagian di antara kita, mungkin malah bermimpi, Timnas bisa berlaga di Piala Dunia. Lalu benarkah semua tendangan “bola” itu hanya akan berhenti pada persoalan Liga Primer, Liga Super, Nurdin dan PSSI, atau itukah arena lain dendam kesumat dari Keluarga Panigoro dan Keluarga Bakrie?


FAKTOR SUDHARMONO DAN GINANJAR

Arifin Panigoro dan Aburizal Bakrie alias Ical adlah dua pengusaha yg tumbuh besar sejak Soeharto membentuk Tim Keppres 10, 23 Januari 1980. Tim itu diketuai oleh mendiang Sudharmono dan Ginanjar Kartasasmita duduk sbg salah satu anggota tim. Oleh Soeharto pembentukan tim itu dimaksudkan untuk menumbuhkan pengusaha pribumi dengan antara lain mengalokasikan sejumlah proyek nondepartemen bernilai di atas Rp 500 juta. Sekretariat Negara di bawah Sudharmono lantas ditunjuk sbg penanggungjawab keberhasilan program tersebut. Lewat tim itulah sejumlah pengusaha muda pribumi kemudian banyak mendapat prioritas. Ical, Arifin Jusuf Kalla, Iman Taufik, Fadel Muhammad, dan Agus Kartasasmita adalah beberapa pengusaha yg banyak “berhubungan” dengan Tim Keppres 10. Hubungan mereka dengan Sudharmono dan Ginanjar, sejak itu lantas menjadi seperti hubungan bapak-anak. Sudharmono mengenal mereka sebagai pengusaha-pengusaha pribumi yg profesional, sementara para pengusaha itu menganggap Sudharmono sebagai tokoh yg bersih, kendati loyal kepada Soeharto dan berada di lingkaran kekuasaan. Kini, dua dari pengusaha yg disusui oleh Orde Baru itu yakni Ical dan Arifin terlibat perseteruan panjang.

Arifin adalah salah satu raja minyak yg cukup terkenal terutama sejak reformasi dan Ical adalah salah satu orang terkaya di Indonesia. Arifin pemilik kerajaan bisnis Grup Medco dan Ical pemilik kerajaan bisnis Grup Bakrie. November tahun lalu, Arifin gagal menjual salah satu anak bisnisnya ke Pertamina karena [terutama] Golkar yg dikendalikan Ical menjegal rencana penjualan itu melalui orang-orangnya di Senayan. Tapi itu hanya titik kecil dari perseteruan keduanya. Sebagian orang tahu, Keluarga Arifin dan Keluarga Bakrie sudah saling meradang sejak kedua keluarga itu tidak bersepakat soal tanggungjawab dalam kasus luapan lumpur Lapindo di Sidoarjo, Jawa Timur. PT Medco E&P Brantas anak perusahaan dari PT MedcoEnergi, dulu memang pernah menjadi peserta [participating interest] eksplorasi dan pengeboran Lapindo.
Perusahaan itu mengantongi 32 persen saham di PT Energi Mega Persada Tbk. Nama yg disebut terakhir adalah salah satu sayap bisnis Grup Bakrie dan pemilik Lapindo Brantas Inc. perusahaan kontraktor kontrak kerjasama yg ditunjuk BP Migas melakukan pengeboran minyak dan gas bumi di tepi Sungai Brantas. Tapi entah kenapa, Medco kemudian menarik diri setelah bencana lumpur itu menyebur di Sidoarjo, 29 Mei 2006.
Akibat sikap Medco [Arifin] itu, Nirwan Bakrie [adik Ical] CEO Lapindo Brantas Inc. konon berang. Nirwan bahkan disebut-sebut sempat mengeluarkan kata-kata yg tidak senonoh kepada Hilmi Panigoro, adik Arifin. Sejak itu hubungan dua keluarga pengusaha itu, dikabarkan terus memburuk. Apalagi hingga sekarang, Grup Bakrie yg harus menanggung sendiri semua risiko akibat luapan lumpur Lapindo itu. Arifin yg sudah “keluar” dari dunia politik [baca dari PDIP] kemudian seperti menyepi. Nyaris tidak ada suaranya, meski dia tentu saja masih ikut mengendalikan dari balik layar sejumlah manuver politik. Adapun Ical, terus moncer dan sebagian orang, kini menyebutnya sebagai “the real president.”


LIGA PRIMER VS LIGA SUPER

Hubungan dua keluarga pengusaha itu semakin renggang, ketika Sri Mulyani Indrawati sering bertabrakan dengan Ical ketika keduanya masih menjadi menteri di kabinet pemerintahan SBY-JK. Sri Mulyani, sejauh ini memang dikenal “lebih dekat” ke Arifin ketimbang misalnya ke Ical. Beberapa keputusan Sri Mulyani sebagai menteri keuangan, antara lain untuk kasus saham PT Bumi Resources Tbk. awal November 2008, lalu dituding oleh kelompok Ical, sebagai bagian dari manuver Arifin. Sebuah tudingan yg niscaya dianggap lelucon oleh Arifin dan juga Sri Mulyani.
Kini, hubungan dua keluarga pengusaha superkaya itu tampak seperti tak bisa direkatkan, setelah Arifin dkk. membiayai penyelenggaraan Liga Primer. Hak siar kompetisi ini, dikabarkan dikantongi oleh stasiun televisi Indosiar [Grup Salim], sementara hak siar Liga Super [tentu saja] dipegang stasiun ANTV [Grup Bakrie]. Tentu saja Liga Super bukan sekadar sebuah kompetisi sepakbola yg dimasudkan untuk “menantang” Liga Super yg digelar oleh PSSI. Tak pula ditujukan untuk misalnya, memberikan kebebasan kepada pemain sepakbola memilih arena bertanding yg mereka sukai, seperti wartawan yg bebas memilih induk organisasi profesi.

Liga Primer seharusnya juga dibaca sebagai mesiu politik yg lain dari Arifin yg diarahkan kepada Ical. Tidakkah Nirwan Bakrie adalah Wakil Ketua Umum PSSI? Keluarga Bakrie katanya, penggila olahraga. Ical dikenal sebagai jago tenis, dan Nirwan walaupun tidak bisa bermain sepakbola, dikenal sebagai penggila olahraga paling popular di dunia itu. Keluarga Bakrie [tentu saja melalui kelompok bisnisnya] bahkan dilaporkan telah mengakuisisi 20 persen saham klub sepakbola Leicester Inggris. Keluarga itu, disebut-sebut telah memberikan hadiah Rp 3 miliar kepada pemain Timnas. Konon pula, sejumlah pemain sepakbola PSSI telah disekolahkan ke Uruguay dengan dukungan dana sepenunya dari Keluarga Bakrie.

Bagaimana dengan Nurdin? Ketua Umum PSSI itu suatu hari pernah berkata: "Keberhasilan Timnas [di ajang AFF] adalah berkat pengorbanan besar keluarga Bakrie, terutama Nirwan." Benar, Nurdin memang orang dekat Keluarga Bakrie. Selain sebagai Ketua Umum PSSI, dia dikenal pula sebagai politisi Partai Golkar dan Ketua Dewan Koperasi Indonesia alias Dekopin. Tahun 2009, dia terpilih sebagai ketua Dekopin menyusul rekonsiliasi faksi-faksi di organisasi koperasi itu yg difasilitasi oleh Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan [Partai Demokrat].
Dia pula pernah menjadi narapidana dalam kasus korupsi. Nama Nurdin juga disebut-sebut oleh Hamka Yamdu [salah satu terpidana dalam kasus suap pemilihan Miranda Goeltom sebagai deputi gubernur senior BI] ikut menerima cek perjalanan sebanyak 10 lembar dengan nilai total Rp 500 juta. Hamka mengungkapkan keterlibatan Nurdin, ketika dia memberikan keterangan dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, 27 April lalu.


TIGA SERANGKAI; NH, NB, ADT

Nurdin Halid, Nirwan Bakrie, dan Andi Darussalam Tabusalla adalah Tiga Serangkai yg tidak terpisahkan di PSSI: Nurdin ketua, Nirwan wakil, dan Andi Direktur Badan Liga Indonesia. Orang penting lainnya di PSSI adalah Berhard Limbong [Ketua Induk Koperasi Angkatan Darat atau Inkopad] dan Ibnu Munzir [Wakil Ketua Fraksi Golkar di DPR].

September tahun lalu, Andi pernah menantang Arifin Panigoro. Kata Andi, kalau Arifin membuktikan janji menyuntikkan dana Rp 540 miliar kepada 18 klub peserta Liga Super Indonesia, dia akan menyerahkan jabatannya sebagai direktur penyelenggaran liga di Indonesia kepada Arifin. “Tolong sampaikan kepada Pak Arifin, silakan kucurkan uang itu ke Escrow Account masing-masing klub, maka pengelolaan BLI akan kami serahkan kepada beliau. Tak perlu repot-repot membuat kompetisi tandingan,” begitulah kata Andi.

Sekarang, marilah tengok Liga Primer yg akan dimulai 8 Januari ini. Penyelanggara liga ini dikabarkan juga telah mendekati PT Djarum, produsen rokok yg dikendalikan oleh Keluarga Hartono [pemilik BCA]. Djarum sejauh ini dikenal sebagai penyokong utama Liga Super [PSSI] dan disebut-sebut telah menghabiskan sekitar US $ 5 juta per tahun untuk kompetesi Liga Super.


KLUB SEPAKBOLA POLITIK

 Persema, klub tempat Irfan Bachdim bermain, klub ini sempat diambil alih oleh Peter Sondakh dan kini dikendalikan oleh Walikota Malang, Peni Suparto [politisi PDI-P]. Lalu Persibo Bojonegoro diketuai oleh Suyoto, Bupati Bojonegoro, yg juga ketua Partai Amanat Nasional Jawa Timur. Semarang United dikendalikan oleh Kukrit Suryo Wicaksono, CEO Grup Suara Merdeka, kelompok media terbesar di Jawa Tengah. Lalu PSM Makassar dikuasai oleh Ilham Arief Sirajuddin, Ketua Partai Demokrat Sulawesi Selatan. Adapun Arifin, tahun lalu telah mengakuisisi PT Pengelola Persebaya Indonesia, pemilik klub sepakbola Persebaya Surabaya, Jawa Timur tahun lalu. Konon, PT Pengelola Persebaya berniat menyediakan Rp 75 miliar untuk Persebaya.
Jadi ke mana sebetulnya olahraga sepakbola Indonesia akan dibawa oleh [untuk sementara] Keluarga Bakrie dan Keluarga Arifin? Mengapa misalnya, mereka tidak memilih arena lain untuk saling menembakkan senjata kepentingan politik mereka ketimbang merusak semangat dan antusiasme sebagian besar dari orang Indonesia yg mencintai dan mendukung Timnas?

Benar, olahraga sepakbola di dunia adakalanya tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik. Tapi yg dipertontonkan oleh Keluarga Arifin dan Keluarga Bakrie dalam olahraga sepakbola Indonesia belakangan ini, sungguh sudah tidak menarik karena yg terbaca kemudian adalah mereka hanya meneruskan perseteruan pribadi menjadi perseteruan publik. Nafsu dan kepentingan politik mereka, apa boleh harus disebut menjijikkan. Padahal kalau mereka mau, mereka bisa membesarkan olahraga sepakbola bersama-sama. Tanpa kepentingan apapun hingga mimpi sebagian besar dari kita untuk menempatkan Timnas di Piala Dunia menjadi kenyataan. 

Sumber : disarikan dari berbagai sumber

Selasa, 04 Januari 2011

Membedah Kuatnya Posisi NH dari Pedoman Dasar PSSI

oleh Muhammad Ihwan pada 04 Januari 2011 jam 18:17
Linkers, saya kira NH dan status quo-nya tidak bakal tergoyahkan di pemilihan di ketum berikutnya, komentar NH yang tidak akan mundur dari PSSI karena menghargai demokrasi dan tatanan PSSI sungguh mengusik saya. Penyataan itu menimbulkan pertanyaan besar di otak saya tentang demokrasi seperti apa yang terjadi pada Munas PSSI, terutama dalam pemilihan ketua umumnya. Saya benar-benar tidak rela demokrasi menjadi pembenaran dari sebuah rezim yang korup. Demokrasi hari-hari ini memang sedang bernasib sial sekali..
Ok, kita mulai dari Google Search dengan keyword “hak suara pssi”. Pertama kali ketemu artikel dari sebuah media online hasil wawancara dengan Tondo Widodo. Dalam artikel itu tersebutlah jumlah hak suara sebanyak 103. Hmmm….pertanyaan berikutnya adalah dari mana jumlah itu.

Kembali mengandalkan Google, saya mengadu peruntungan mencari official web-nya PSSI. Syukurlah mereka punya web juga ternyata di pssi-football.com. Dan alhamdulillah, ada pedoman dasar dalam format .pdf yg bisa diunduh. Sebuah dokumen bertanggal 12 Juni 2004 dengan 41 pasal. Baiklah kita langsung ke pasal yang mungkin bisa menjawab pertanyaan tentang hak suara diatas.

Pertama, Pasal Hak Suara dan Hak Bicara

Pasal 15 tentang Hak Suara dan Hak Bicara mengatakan bahwa utusan Musyawarah Nasional (Munas) dan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub), adalah :

a. Ketua kehormatan memiliki hak bicara, tetapi tidak memiliki hak suara
b. Badan Pengawas Keuangan memiliki hak bicara, tetapi tidak memilki hak suara.
c. Ketua dewan penasihat memiliki hak bicara, tetapi tidak memiliki hak suara.
d. Dewan pakar memiliki hak bicara, tetapi tidak memiliki hak suara
e. Pengurus Pusat PSSI memiliki hak bicara dan 7 (tujuh) hak suara.
f. Pengurus Daerah PSSI memiliki hak bicara dan 1 (satu) hak suara.
g. Pengurus Cabang PSSI memiliki hak bicara dan 1 (satu) hak suara
h. Anggota memiliki hak bicara dan masing – masing 1 (satu) hak suara

Sampai disini saya merasa ada yang ganjil. Kalau mengikuti Pedoman Dasar ini jumlahnya pasti lebih dari 103 suara! Coba kita hitung kasar aja jumlah propinsi (Pengda), kabupaten (Pengcab) dan jumlah klub di Super League, Divisi I, II dan III. Pasti jumlahnya lebih dari itu. Agak penasaran, saya kembali menelusuri satu-satu tautan hasil searching  saya. Aaaah…ternyata ada banyak artikel yang membingungkan tentang masalah ini. Sikap tertutup PSSI kepada media menyebabkan ada 2 (dua) jenis artikel yang membahas soal ini:
  1. Pemberitaan berdasar fakta dari website AFC dan FIFA.
  2. Klaim, bantahan dan pemahaman versi PSSI terhadap fakta di website AFC dan FIFA. Biasanya kedua jenis artikel ini saling bertentangan. well, bukan sesuatu yang mengejutkan sebenarnya melihat tingkah polah PSSI selama ini.
Meskipun begitu saya memberanikan diri untuk merangkai puzzle ini , setidaknya berdasarkan kemampuan dan pengetahuan saya yang terbatas semata-mata untuk menjawab penasaran saya. Ada beberapa hal yang bisa di garis bawahi.

Kedua, Revisi Pedoman Dasar

Teryata pada tahun 2008, PSSI berkali-kali melobi AFC untuk merevisi Pedoman Dasarnya. Versi PSSI mengatakan bahwa itu adalah anjuran dari AFC dan FIFA. Sebuah alasan yang sangat mudah dibantah karena pada tahun itu justru posisi PSSI yang sangat terjepit setelah NH dipenjara. Dalam posisi terjepit itu PSSI lah yang sangat butuh revisi pedoman dasar, bukan AFC atau FIFA. Apalagi revisi Pedoman Dasar itu fokus pada 2 (dua) hal besar: Jumlah hak suara dan definisi kriminal. Sangat mudah ditebak bahwa kedua fokus itu bertujuan untuk membentengi dan melanggengkan kekuasaan NH. Nah, selanjutnya berkisar pada perdebatan apakah revisi Pedoman Dasar PSSI itu sudah disetujui oleh AFC dan FIFA atau belum. Versi PSSI menyebutkan bahwa proses itu sudah selesai dan sudah mendapat ratifikasi FIFA. Pertanyaannya adalah, kenapa di official website PSSI sendiri pedoman dasarnya masih bertahun 2004? Mana Pedoman Dasar baru yang katanya sudah disetujui FIFA? Ini sangat penting karena pasal kriminal itu merupakan senjata NH untuk bisa maju kembali dalam pemilihan ketua umum PSSI dalam kongres tahun ini. Sebaiknya memang jangan bertanya pada PSSI kalau tidak mau dibuat lebih bingung..hahay


Ketiga, Jumlah Hak Suara

Ternyata jumlah hak suara PSSI awalnya sebanyak 627 suara!, lho kok bisa susut menjadi 103 suara? Bahkan disebuah milis yang saya ikuti, ada postingan yang menyebutkan jumlahnya kini tinggal 88 suara! Sebuah korupsi terang-terangan yang menyunat suara Pengcab dan Pengda. HItungannya versi PSSI adalah sebagai berikut: Terdiri dari
  • 18 suara dari tim Liga Super,
  • 17 suara dari divisi utama,
  • 16 suara dari Divisi I,
  • 15 suara dari Divisi II,dan
  • 14 suara dari Divisi III,
serta, masing-masing satu suara dari :
  • asosiasi pelatih,
  • asosiasi pemain,
  • asosiasi futsal,
  • asosiasi sepakbola wanita,
  • asosiasi wasit,
  • dan tiga suara dari representasi Pengda, yang saat ini berjumlah 33 suara.

Hmmm…ada beberapa hal yang membingungkan disini. Misalnya jumlah klub divisi utama disebut 17 suara, padahal liga divisi utama tahun 2010 (Liga Ti-Phone) jumlah pesertanya 26 klub. Begitu juga Pengda yang cuma dihitung 3 suara dari yang seharusnya 33 suara. Gimana cara penyatuan suaranya yah? Apa nggak gontok-gontokan tuh? Diundi? Irrasional! Benar-benar aneh dan membingungkan.

Berapapun jumlah hak suara di kongres nanti, sepertinya kita semua sudah bisa menyimpulkan kenapa ada diskon suara besar-besaran. Tentu saja karena lebih mudah mengendalikan 88 suara dibanding 627 suara atau 103 suara. Kalau memang politik uang yang bicara, bayangkan berapa banyak ‘gizi’ yang bisa dihemat oleh status quo karena cuma menyuapi 88 suara.


Dan, akhirnya ketahuan juga kenapa PSSI menolak mentah-mentah LPI. Karena kalau mereka mengakui LPI berarti klub-klub LPI akan menjadi anggota PSSI dan punya hak suara!! bayangkan, ada 19 klub LPI akan memilih ketua PSSI yang bersebrangan dengan NH, itu ancaman yang sangat berbahaya bukan?Akhirnya para supporter Indonesia sekalian, sepertinya kita harus bersiap-siap menyambut sang juara bertahan tetap menjabat.Naudzubillah min dzalik…tapinya.

Hmmmmm….mudah-mudahan ada keajaiban sehingga kita masih bisa berharap. Seperti kata Thomas Jefferson: Democracy is cumbersome, slow and inefficient, but in due time, the voice of the people will be heard and their latent wisdom will prevail. Mudah-mudahan pada saatnya nanti suara rakyat yang akan menang.Semoga